Sunday, May 19, 2019

Hal-hal Unik dan Menarik yang Ada di Perpustakaan Singapura

0 comments


You don’t need to go out to the street. The building is above the mrt station.

You can ask people.

You can ask security or just anyone.

Itulah pesan singkat yang dikirimkan kakak saya sewaktu memberikan arahan pada saya untuk pergi menuju Orchard@Library. Padahal kakak saya sudah sangat jelas memberitahu jangan pergi ke jalan besar. Tapi, saya malah keluar dari stasiun MRT dan berputar-putar di Orchard Road selama kurang lebih 30 menit mencari ‘Gedung perpustakaan Orchard’. Saya bahkan sempat menyalahkan Google Maps, “Gak beres nih Google Maps, orang mau ke perpus, diarahin  ke mall mulu. Huh!”


Lama kelamaan, kaki saya lecet dan rambut semakin lepek terkena keringat. Saya juga jadi merasa tidak enak membuat kakak saya menunggu lama. Akhirnya, saya yang awalnya enggan untuk bertanya karena malu, memberanikan diri bertanya pada seorang bapak-bapak yang lewat. Jawabannya.. saya hanya perlu naik ke lantai 3 Orchard Gateway yang sudah saya lewati berkali-kali (Ternyata Google Maps bekerja dengan baik). Saat mengetahui perpustakaan itu ada di dalam mall, selama beberapa menit saya memaki-maki diri sendiri dalam hati. Saya merasa sangat amat kesal pada diri sendiri yang tak mengecek lebih dulu informasi di internet dan juga malu bertanya. =)

Sepenggal cerita di masa lalu ini sekaligus menjadi pembuka mengenai hal-hal unik dan menarik yang saya temukan di perpustakaan Singapura. Perpustakaan memang bukan tempat yang biasa dikunjungi wisatawan, tapi untuk kamu yang suka dengan ketenangan dan ‘berteman dengan buku’, sayang sekali untuk melewatkan kesempatan berkunjung ke perpustakaan di SG.

Sebenarnya postingan ini sudah ingin saya publish sejak lama, tapi kontennya baru sempat terselesaikan saat ini (Finally!). Untuk foto dokumentasi, sebagian besar diambil ketika kunjungan di bulan Maret 2019, dan beberapa foto dari dokumentasi beberapa tahun belakangan. Semoga informasinya bermanfaat!
-----------------------------------------------------------------------------------------
Library @ Orchard

Kawasan Orchard bukanlah kawasan yang asing untuk wisatawan. Di sana ada banyak pusat perbelanjaan, dari mulai Lucky Plaza yang mirip seperti PGC versi Indonesia, Nge Ann City yang satu-satunya alasan saya tertarik kunjung karena ada Kinokuniya, Paragon, Tang Plaza, dan Orchard Gateway, dimana perpustakaan Orchard berada (Di lantai 3 dan 4).

Inilah pintu masuk Library@Orchard di lantai 3.
Begitu masuk di dalamnya, pada area sebelah kanan terdapat jejeran bangku lengkap dengan meja besar. Di meja ini, ada pengunjung yang sibuk membaca buku, ada yang menggunakan laptop, dan ada juga yang sibuk menulis. Beberapa kali berkunjung ke Orchard@Library di weekdays dan weekend, saya tak pernah kebagian tempat duduk karena kursinya selalu penuh.


Lebih masuk ke dalam, terdapat rak-rak buku unik berwarna putih yang dibentuk bergelombang. Buku-buku di lantai satu perpus ini, seingat saya berisi koleksi majalah dan buku fiksi. Sampai di sudut ruangan, terdapat tempat unik lain yang mirip seperti undakkan dan berbentuk huruf L yang berfungsi juga sebagai tempat duduk.


Untuk lantai 2, koleksi bukunya lebih beraneka ragam. Dari mulai buku travelling, self improvement, history, IT, hingga buku-buku seni. Hampir di setiap sisi rak, ada sofa mini dengan dinding berwarna coklat yang bisa ditempati 1-2 orang. Terdapat juga jejeran kursi sofa yang disusun secara vertikal dekat jendela yang menghadap ke arah lantai 1 maupun pemandangan luar gedung.


Saat sore hingga menjelang malam hari, jika kamu termasuk tipe orang yang konsentrasinya mudah terganggu saat mendengar sedikit suara bising, sebaiknya jangan membaca buku atau mengerjakan tugas di sofa yang berada tak jauh dari pintu masuk/keluar lantai 4 mall. Hal ini karena di bagian luarnya bersebelahan dengan Sanctuary Gaming, tempat bermain game sejenis kartu yang sekilas saya lihat mirip seperti kartu Digimon (cmiiw).



Yishun Public Library

Sebenarnya, perpustakaan yang pertama saya kunjungi bukanlah Library@Orchard. Melainkan Yishun Public Library. Tapi, berhubung saat itu saya pergi bersama kakak dan kakak ipar saya lewat pintu belakang dan langsung naik lift pula,  saya tidak terlalu ‘ngeh’ kalo perpus ini ada di dalam mall. Perpus ini berada di lantai 4, North Wing mall Northpoint City. 


Ketika menginjakkan kaki di sini saya merasakan kesan futuristic. Di depan pintu masuk, ada gambar peta besar Singapura, dengan titik fokus pada Yishun Public Library. Di seberangnya ada kursi berbentuk lingkaran dengan bagian tengah yang cembung. Sekilas saya melihat kursi ini mirip seperti Uvo alien. Sayangnya, saya kesulitan mengambil foto kursinya karena selalu ada orang duduk di sana. 

Masuk ke bagian dalam perpus…


Di area Learning Digital Zone, selain kursi yang berbentuk mirip uvo, layar-layar digital pada dinding yang menampilkan koleksi buku membuat perpustakaan ini terlihat modern. 


Untuk koleksi bukunya, rak putih dan juga lantai berwarna cokelat menjadi pilihan, sama seperti di Library@Orchard. Tapi,  bedanya raknya tidak berbentuk unik seperti di sana. Keunikannya justru terletak pada desain bagian langit-langit dan rak dengan disertai quotes dalam berbagai bahasa.


Di sini, ada juga area baca dan rak buku khusus untuk anak. Ruangannya tak hanya berwarna putih,  tapi juga dihiasi warna hijau. Koleksi bukunya pun ada banyak. Sangat menggemaskan melihat banyak balita (Salah satunya keponakan saya) yang sibuk membolak-balik halaman buku. Walau sepertinya mereka belum terlalu mengerti dengan kalimat-kalimat yang tertulis di buku. hhe.
Area yang cukup luas dan disertai karpet, membuat anak-anak bisa dengan leluasa memilih buku sambil duduk di lantai
Untuk kursi dengan meja ataupun sofa tersedia banyak. Tapi, untuk kamu yang berniat berlama-lama di sini dan menggunakan laptop, ada baiknya untuk memastikan baterai laptopmu terisi penuh. Sewaktu berkunjung ke sana, saya pernah membawa laptop dengan baterai tersisa hanya sekitar 25 persen.
Salah satu area dengan meja dan kursi

Saya santai-santai saja karena seingat saya, di meja bangku yang ada di pojok rak buku terdapat stop kontak. Ternyata, waktu saya mau mencolok chargeran laptop ke sana, stop kontaknya tidak bisa dipakai karena digembok. Akhirnya, saya malah jadi menggambar.

Bishan Public Library

Bishan merupakan salah satu perpustakaan yang memiliki gedung sendiri. Meski demikian, lokasinya masih berdekatan dengan mall, Junction 8. Waktu pertama kali datang ke sini, saya berkeliling hingga ke tempat sepi mirip ruko yang entah ada di mana. Hal ini membuat saya menyadari kemampuan membaca peta saya memang sangat buruk. 

Sebenarnya, lokasi perpustakaan ini bisa dengan mudah ditemukan. Kalau kamu datang ke sini menggunakan MRT, turun di stasiun Bishan kemudian pilihannya bisa masuk lewat dalam atau lewat luar Junction 8. Perpustakaan Bishan tepat berada di di belakang mall tersebut. Bangunannya pun mencolok dengan desain arsitektur yang menarik. Belakangan saya baru tahu kalau desain dari perpustakaan ini sudah memenangkan beberapa penghargaan arsitektur.


Pemandangan dari lantai atas
Di lantai dasar perpus ini terdapat café. Untuk naik menuju lantai 2, bukan dengan menaiki anak tangga, melainkan berjalan menanjak karena lantainya yang didesain menyudut. Untuk lantai 3 dan seterusnya, baru menggunakan tangga.


Inilah beberapa pemandangan yang bisa ditemukan di tiap sudut lantai.

Koleksi buku di sini juga beragam. Untuk fasilitasnya, sofa serta kursi dengan meja tersedia cukup banyak guna menunjang kenyamanan pengunjung yang hendak membaca, mengerjakan tugas, ataupun menggunakan laptop. Kalau Orchard menggunakan sofa berwarna hitam, warna kursi dan sofa di Bishan lebih colourful dengan warna kuning, orange, serta merah.



 Library@Chinatown

Pepatah mengatakan kalau pengalaman adalah guru berharga, tapi entah kenapa begitu berhubungan dengan membaca peta, rasanya sulit sekali untuk saya tiba di tempat baru tanpa nyasar. Termasuk waktu pertama kali datang ke Library@Chinatown. Untuk menuju perpustakaan ini, sebaiknya gunakan MRT dan turun di stasiun MRT Chinatown. Kemudian pilih exit E.



Library@Chinatown ada di lantai 4 pusat perbelanjaan Chinatown Point. Sesuai dengan namanya, desain perpus ini kental dengan nuansa oriental, dari pemilihan warna hingga ukiran dindingnya. Koleksi bukunya juga lebih didominasi buku-buku tentang kebudayaan, sejarah China, dan bahasa Mandarin. 


Dari segi jumlah, koleksi bukunya gak sebanyak perpustakaan-perpustakaan yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Tapi, kalau kamu tertarik dengan hal-hal berbau Tiongkok, wajib banget untuk melihat koleksi buku yang ada di sini. Tenang saja, selain bahasa Cina, ada juga yang versi bahasa Inggris kok.


Sewaktu berkunjung ke Library@Chinatown, ada hal menarik yang saya lihat. Bangku-bangku di sini mayoritas diisi oleh orang tua. Pemandangan ini membuat saya menyadari budaya membaca di SG memang merata dari anak-anak hingga orang tua yang sudah sepuh.

Esplanade Library

Perpustakaan ini ada di dalam Esplanade Theatres on The Bay lantai 3. Untuk menuju ke sini, saya turun di stasiun MRT City hall exit C. Lokasinya yang berada di kawasan Marina Bay bisa dibilang cukup strategis untuk kamu yang ingin sekaligus melihat keindahan spot-spot wisata. Salah satunya, Merlion.


Berhubung ada di dalam art centre, buku-buku yang ada di Esplanade Library lebih ke koleksi buku tentang theatre, film, dan music. O iya, sewaktu mengelilingi perpustakaan, di bagian pojok perpustakaan terdapat practice room. Saya bisa mengetahuinya karena dindingnya terbuat dari kaca, dan saat itu ada beberapa orang yang sedang berlatih memainkan alat musik.


Sedikit membahas mengenai interiornya, pencahayaan ruang di sini mengingatkan saya pada pencahayaan di Orchard@Library. Agak sedikit redup. Makin ke ujung ruangan, semakin sedikit pencahayaan. Di dekat rak-rak buku yang menghadap area tempat duduk dengan meja, terdapat pajangan benda-benda seni yang diperbaharui secara berkala. Waktu itu, yang saya lihat berupa replika wayang. Sayang, tak sempat saya abadikan juga gambarnya.


 Library@Harbourfront
Desain interior perpustakaan ini sedikit mengingatkan saya pada desain perpustakaan Yishun. Perpus ini berada di mall VivoCity lantai 3, yang juga menjadi tempat transit menuju Universal Studio maupun Sentosa Island. Pemandangan seperti inilah yang saya lihat sewaktu berjalan menuju pintu masuk perpustakaan. Adanya pohon kelapa dan palem membuat saya membayangkan pantai. 



Hal yang saya suka di Library@Harbourfront adalah view dari tempat duduknya yang menghadap ke arah laut. Untuk kursi paling depan yang di cat warna terang, mirip seperti kursi di pantai. Sementara itu, untuk bagian belakangnya, susunan bangku bertingkat mirip seperti auditorium di kampus. 



Waktu saya berkunjung ke sini, sedang ada sesi dongeng di area rak anak-anak. Saya pikir hanya event sesekali, ternyata memang rutin diselenggarakan hampir di semua perpustakaan di Singapura yang disertai dengan area buku anak-anak. 






Itulah ke-6 perpustakaan SG yang pernah  saya kunjungi. 
-----------------------------------------------------------------------------------------
Q: Perpustakaan mana yang interiornya paling menarik?
Kalau menurut saya, Library@Harbourfront. Tempat membaca menghadap laut ditambah pohon kelapa di bagian luar pintu masuk, menjadi hal unik yang pernah saya lihat dalam perpustakaan. Urutan kedua adalah Yishun. Saya suka sekali dengan interior ruang digital zone-nya dan tempat duduk yang di desain mirip Uvo.

Q: Perpustakaan mana yang koleksi bukunya lebih spesifik?
Perpustakaan Orchard dan Chinatown. Orchard lebih ke buku seni, terutama menyangkut perfilman dan musik, serta Library@Chinatown lebih ke koleksi buku tentang kebudayaan dan sejarah Tiongkok.

Q: Perpustakaan mana yang lokasinya strategis?
Semua! Semua perpustakaan di Singapura lokasinya berdekatan dengan stasiun MRT dan banyak yang berada di dalam pusat perbelanjaan. Hanya saja, untuk ke Esplanade Library perlu berjalan lumayan jauh untuk sampai di Esplanade Theatres on The Bay.

Hal-hal unik lainnya
-----------------------------------------------------------------------------------------

- Beberapa tahun berlalu, saya merasakan perubahan dalam cara meminjam buku di perpus SG. Sebelumnya, untuk meminjam buku hanya perlu menumpukkan buku-buku yang dipinjam ke atas meja dengan alas yang mirip kaca. Dalam sekejap, barcode buku pun langsung terpindai. Kemudian, di bulan Maret kemarin, kakak saya memberitahu kalau cara meminjam buku semakin praktis. Cukup dengan menggunakan smartphone ber-NFC, kamu bisa men-scan bukumu sendiri. Install lebih dulu aplikasi NLB Mobile app. Setelah log in, cukup scan barcode belakang buku. Dalam hitungan detik buku pun terpinjam atas namamu. Tapi, yang bisa meminjam buku hanyalah ‘lokal’ (sebutan untuk orang Singapura) dan Permanent Resident.

- Untuk mengembalikan buku yang dipinjam sangat mudah dan bisa dikembalikan jam berapa saja (walau larut malam sekalipun). Kamu hanya perlu memasukkan buku ke dalam Bookdrop. Masukkan buku satu persatu agar buku terpindai dengan baik.



- Hal lain yang membuat saya takjub. Saya pernah meminjam buku di perpustakaan Orchard dan berniat mengembalikannya beberapa hari kemudian. Berhubung lokasinya agak jauh, kakak saya memberitahu saya untuk mengembalikan ke perpustakaan terdekat saja. Kakak saya mengatakan kalau perpustakaan Singapura sudah terintegrasi. Jadi, walau saya meminjam buku di perpustakaan Orchard, tapi saya bisa mengembalikannya di perpus Bishan, ChinaTown, ataupun Yishun.
- Saat mengerjakan tugas di sini untuk pertama kalinya, saya agak kaget melihat seorang wanita yang duduk dihadapan saya pergi begitu saja meninggalkan kursinya kurang lebih selama 20 menit (cukup lama, bukan?). Saya akan biasa saja kalau dia hanya meninggalkan buku catatan dan peralatan tulis. Barang-barang yang ditinggalkannya adalah laptop, iPhone, beserta tasnya. Kondisi perpus saat itu sedang ramai. Dia santai-santai saja meninggalkan barangnya, malah saya yang jadi khawatir dan terganggu fokusnya. Sesekali saya melirik ke arah mejanya untuk memastikan perangkat pintarnya masih tetap berada di atas meja. Gak mau dong kalau barang-barangnya hilang, saya jadi dicurigai. Tapi, lama kelamaan saya menyadari bahwa kebiasaan ini sudah menjadi hal yang cukup umum dan dilakukan banyak pengunjung.
- Pengurus yang ada di Singapura sebagian besar merupakan volunteer dan didominasi oleh orang tua. Dengan apiknya mereka menyusun kembali buku-buku yang dikembalikan anggota perpustakaan ke dalam rak. Untuk itu, saat membaca buku di sana, pastikan untuk mengembalikannya ke dalam rak sesuai dengan nomor urut buku, ya.



-----------------------------------------------------------------------------------------

Seandainya.. konsep perpustakaan di Singapura dengan lokasi yang strategis, berada di dalam mall, jam buka hingga jam 9 malam diterapkan di sini. Mungkinkah akan lebih banyak orang yang suka membaca buku? Mungkinkan anak-anak akan lebih suka membaca buku dibandingkan dengan bermain perangkat pintar yang belum pas untuk usianya?

Terima kasih banyak sudah meluangkan waktu membaca postingan saya. =)

Monday, July 30, 2018

Pertanyaan

0 comments

Waktu luang menyenangkan dengan pikiran tenang,

Terasa menyiksa begitu ada sedikit goretan,

Mungkin ini jadi alasan untuk selalu menyibukkan diri,

Melumpuhkan kilasan masa lalu dan pertanyaan akan masa depan,

Meski bertahan sementara, lebih baik dibanding terus terbayang tanpa jeda,

Bukan?


Wednesday, May 9, 2018

Permen Dingin

1 comments


Pepohonan di kanan kiri jalan menari-nari tertiup angin. Rintik hujan dengan cepat berubah menjadi deras membasahi permukaan tanah. Masih tersisa beberapa karyawan di dalam gedung, termasuk aku yang lebih memilih pulang setelah hujan reda. Ada yang sibuk dengan telepon genggamnya, mengobrol, mendengarkan musik, dan aku sendiri hanya duduk termangu menatap pemandangan di luar jendela. Salah seorang rekan kerja datang ke arahku “Penghilang kantuk.” Ucapnya. Aku menatap benda yang ia letakkan di atas mejaku. Sebuah permen, rasa permen kesukaanku.
***

Aku melesat sangat cepat sampai tak menyadari ada batu besar di jalan yang kulintasi. Aku kehilangan kendali mengenderai sepeda dan jatuh terjerembab di atas tanah. Kedua lutut serta telapak tanganku dipenuhi luka. Aku memanggil ayah dan ibu diiringi isak tangis. Setelah luka diobati, tangisku masih tidak berhenti. Ayah menanyakan keadaanku.
“Nak, bagian mana yang masih terasa sakit?” Melihatnya membuat mataku kembali berair.
“Sepedanya rusak yah...” Ucapku dengan suara terbata-bata. Ayah menatapku dengan lembut.
 “Tidak apa-apa. Sepeda bisa dibeli lagi. Yang paling penting kamu baik-baik saja.”
Aku merasa lega mendengar jawaban ayah karena yang membuatku terus menerus bersedih adalah membayangkan ayah akan marah mengetahui sepeda yang baru dibelinya beberapa hari lalu sudah rusak.
“O iya, ayah punya sesuatu untukmu.” Ayah meraih tangan kananku dan meletakkan sesuatu di atasnya.
“Permen?”
“Iya, tapi bukan sembarang permen. Waktu dimakan akan terasa dingin seperti es.”
            Karena penasaran langsung kubuka bungkusnya dan memakannya. Benar yang ayah katakan, aku merasakan sensasi dingin di mulutku. “Iya. Dingiiin. Aku mau lagi.”
“Hanya boleh satu. Tidak boleh makan banyak-banyak dalam sehari. Nanti kamu bisa membeku. Brrrrr.” Ayah berpura-pura kedinginan. Aku tertawa melihat tingkah ayah. Kesedihanku pun terlupakan begitu saja. Permen dingin yang kucicipi untuk pertama kalinya di usia 7 tahun, nantinya baru kuketahui bernama permen mint.

Sejak itu sampai bertahun-tahun kemudian ayah selalu memberikan permen mint setiap kali aku bersedih. Ketika aku mendapatkan nilai rendah pada ulangan harian di sekolah, ayah menyemangatiku dan memberikanku sebuah permen mint. Ketika seorang teman baikku pindah sekolah, ayah mendengarkan keluh kesahku, memberikan sebuah permen mint, lalu mengatakan hal-hal yang membuatku tertawa kembali. Di setiap kesempatan aku sangat senang menerima permen mint dari ayah. Persis seperti pertama kali aku mencicipinya.

Di kemudian hari aku baru tahu bahwa permen mint bukan barang yang mewah. Aku bisa membelinya dengan uang sakuku di toko atau warung. Akan tetapi tak pernah sekalipun aku membelinya. Aku selalu menunggu ayah yang memberikannya. Namun, lambat laun perasaan itu berubah setelah aku menginjak usia remaja. Aku tidak merasa senang lagi mendapat permen itu.

Satu persatu temanku memiliki telepon genggam. Setiap kali mereka menunjukkannya, aku merasa kagum ingin memilikinya juga. Saat ayah pulang bekerja dari pabrik, aku mengajaknya berbicara.
“Ayah sekarang ada telepon genggam yang bisa dibawa kemana-kemana. Keren sekali yah. Teman-temanku memilikinya.” Ucapku membuka percakapan.
“Wah keren sekali.” Balas ayah sambil mengisi gelasnya dengan air putih.
“Ayah, aku juga ingin memilikinya.”
“Sementara ini pakai telepon rumah dulu ya nak. Nanti pasti ayah belikan untukmu.”
“Tapi aku inginnya sekarang yah.”
“Iya nanti ayah belikan, eh coba lihat apa ini...” Seperti biasa ayah mengeluarkan permen mint dari sakunya.
“Kapan? Ayah selalu bilang nanti nanti nanti terus. Aku ingin telepon genggam bukan permen mint!” Setelah menyelesaikan ucapanku, aku berlari ke kamar. Tak lama ibu yang mendengarkan perkataanku pada ayah, masuk ke kamarku.
“Aku sedang ingin sendiri bu.” Ibu tak mengindahkan perkataanku. Ia duduk di tepi kasur tempatku berbaring.
“Nak, jangan berkata kasar pada ayahmu. Sebenarnya ayah selalu ingin memberikan barang-barang yang kamu inginkan, tapi sayangnya penghasilannya seringkali hanya bisa menutupi biaya kehidupan kita sehari-hari dan sekolahmu.”
“Seharusnya dari awal ayah tidak berjanji padaku.”
“Jika ayah mengatakan tidak sejak awal, apa kamu bisa menerimanya?” Pertanyaan ibu membuatku tak bisa berkata apa-apa lagi.
“Ibu mohon kalau kamu sudah merasa baikan minta maaflah pada ayahmu.”

Malam harinya, di waktu makan malam aku memutuskan untuk keluar kamar. Ayah duduk di meja makan, sedangkan ibu hilir mudik menaruh makanan yang akan kami santap malam ini. Aku berjalan ke arah meja makan dan duduk di sampingnya.
“Ayah... Maafkan aku.” Ayah membalasku dengan senyuman sambil mengusap-ngusap kepalaku. Ibu yang kembali dari dapur ikut tersenyum.
“Permen untukku...?” Ayah meletakkan sebuah permen di telapak tanganku.
***

Kusentuh permen mint yang tergeletak di meja kerjaku. Permen dingin yang sudah lama tidak kumakan semenjak aku merantau. Aku mendekat ke arah rekan yang tadi memberikan permen. “Maaf, tapi aku tidak bisa memakan permen mint selain pemberian dari ayahku.”
***


Thya Amida

Tuesday, April 24, 2018

5 Hal Dasar Yang Perlu Diketahui Para Content Writer Pemula

0 comments

“Apa tuh content writer?” “Penulis novel?” “Sama seperti jurnalis?” Itulah beberapa pertanyaan yang pernah terlontar dari teman saya menyangkut profesi yang saya jalani. Beberapa tahun lalu, profesi content writer memang masih terdengar asing, terlebih untuk orang-orang yang gak bekerja di dunia media. 
Meskipun pekerjaannya sama-sama menulis, tapi ada perbedaan antara content writer dengan jurnalis. Kalau jurnalis bekerja di depan layar dan sering pergi untuk melakukan liputan, content writer cenderung bekerja dari balik monitor saja dan mengumpulkan informasi melalui internet atau buku.
Sekarang ini, banyaknya media online yang bermunculan membuat posisi content writer dibutuhkan. Ada content writer full time dan ada juga yang freelance. Nah, apakah kamu tertarik untuk menjadi content writer? Atau sekedar mengisi waktu luangmu berbagi informasi yang kamu tahu, dan mengajukannya ke salah satu portal berita online? Jika ya, kamu perlu mengetahui 5 hal penting dalam menulis artikel berikut ini.

Memilih judul yang menarik dan membuat pembaca penasaran dengan isinya
Coba bandingkan dari kedua judul di bawah ini, mana yang paling menarik minatmu untuk membaca isinya?

Alasan Orang Introvert Lebih Suka Menyendiri
Sering Dianggap Sebagai Penyendiri, Hal Inilah Yang Hanya Dimengerti Oleh Para Introvert


Sebenarnya dari kedua judul di atas gak ada yang salah, saya pun suka menggunakan judul yang pendek dan singkat sewaktu menulis di blog ini. Tapi, jika kamu menuliskannya untuk tujuan komersil atau urusan pekerjaan, sebaiknya pilihlah judul yang menarik. Posisikan dirimu sendiri sebagai pembaca, “Apakah aku akan tertarik untuk membuka artikel dengan judul seperti ini?”  Pastikan kalau judulmu itu gak hanya hiperbola atau sekedar heboh (click bait) tidak sesuai dengan isi artikelnya.

Mengetahui format artikel listicle
Sekarang ini, format artikel listicle cukup populer dan digunakan oleh banyak portal berita. Listicle adalah format dimana artikel dibuat dalam bentuk perpoin. Jumlah poin yang akan dibahas dalam artikel sebaiknya dicantumkan di dalam judulnya. Contohnya:

Sering Dianggap Sebagai Penyendiri, 5 Hal Inilah Yang Hanya Dimengerti Oleh Para Introvert
                                                                                                                                Saya sendiri suka menggunakan angka 5, 7, 10. 12, dalam penulisan listicle. Jika hanya ada 2 poin pembahasan dalam artikelmu, sebaiknya gak perlu menggunakan format artikel ini. Jika jumlahnya cukup banyak sekitar 20 poin, kamu tetap bisa menggunakan format ini dengan catatan per poinnya ditulis secara singkat dan padat.

Jangan lupa berkomunikasi dengan pembaca
Kalau artikel yang kamu tulis bukanlah artikel berita seperti yang ada di surat kabar, tugas kuliah atau skripsi, jangan menulis artikel seperti bentuk laporan. Tulislah artikel yang bersahabat seakan-akan mengajak pembaca berbicara. Bisa dengan menggunakan sapaan kamu, Anda, atau sapaan yang menjadi ciri website bersangkutan.

Contoh:
Introvert adalah jenis kepribadian di mana si pemiliknya lebih suka menghabiskan waktu seorang diri. Ada anggapan yang salah bahwa introvert itu anti sosial. Padahal, sama seperti ekstrovert, banyak orang introvert yang juga suka menghabiskan waktu berkumpul dengan teman-temannya. Perbedaannya adalah... blablabla

Bandingkan dengan yang ini:
Apakah kamu memiliki kepribadian introvert? Atau orang terdekatmu memiliki kepribadian yang satu ini? Introvert memang suka menghabiskan waktu seorang diri, tapi bukan berarti introvert adalah orang yang anti sosial. Seorang introvert juga suka menghabisakan waktu bertemu dan berkumpul dengan temannya...blablabla.

Mana yang menurutmu lebih berkomunikasi dengan pembaca?

Pemilihan gambar dan memerhatikan copy right
Di zaman digital seperti sekarang, artikel tanpa gambar terasa kurang greget dan bisa bikin pembacanya bosan. Kamu bisa dengan mudah mendapatkan gambar-gambar pendukung artikelmu melalui internet. Satu hal yang harus diingat, jangan lupa untuk mencantumkan sumber gambarnya. Salah satu situs yang menyediakan gambar-gambar gratis adalah Pixabay (Sisanya bisa kamu cari sendiri. Hehe)
Dikarenakan adanya gambar, sebaiknya kamu perlu belajar sedikit mengedit foto menggunakan aplikasi edit foto seperti Photoshop atau Gimp.
Saya masih ingat, waktu awal-awal melamar pekerjaan sebagai full time content writer, seorang editor yang baik hati bernama mbak Shirley, menguji saya untuk menuliskan artikel mengenai keuangan dalam format listicle. Saya diharuskan memasukkan gambar pendukung dalam ukuran tertentu ke dalam artikel. Berhubung saya gak terlalu paham menggunakan Photoshop, ukuran yang saya rubah malah ukuran dimensinya.

 Padahal yang dia maksud adalah merubah panjang dan lebar si gambar.

Sesudah selesai mengerjakan tes itu, mbak Shirley mereview pekerjaan saya dan pemilihan gambarnya juga. Dari wajahnya dia suka dengan tulisan saya, tapi dia memberikan masukkan mengenai gambar. Menurutnya, artikel yang berkaitan dengan tindakan akan lebih menarik jika diwakili dengan gambar orang yang melakukan tindakan tersebut. Misalnya, poinnya adalah boros belanja. Sebaiknya saya memilih gambar orang yang sedang berbelanja, bukan hanya gambar uang.

Via pixabay.com

Via pixabay.com

Memahami dasar-dasar SEO
SEO (Search Engine Optimization) adalah teknik yang digunakan untuk mengoptimalkan website di situs pencarian. Sebenarnya ada profesi SEO specialist yang merupakan pakar dalam per-SEO-an, tapi sekarang ini banyak perusahaan yang mensyaratkan content writernya harus paham dasar SEO. Untuk itu, yuk pahami dasar-dasar SEO berikut:

Kata kunci
Ada banyak situs pencarian kata kunci yang bisa kamu manfaatkan untuk mendapatkan kata kunci yang populer. Contohnya Google keyword planner dan keywordtool.io.


Disini terlihat kalau pencarian kata kunci yang berkaitan dengan introvert, di posisi teratas ada introvert, orang introvert, dan test introvert.
Setelah mendapatkan keyword, untuk mengoptimisasi tulisanmu masukkan keyword tersebut dalam judul artikel dan isi artikel. Tapi, jangan sampai berlebihan memasukkannya karena malah bisa dianggap keyword stuffing.

Internal Link
Internal link adalah link halaman lain dari website sama yang disematkan pada kata-kata dalam artikel. Internal link dapat meningkatkan SEO karena memudahkan mesin pencari menjelajah dan melihat keseluruhan struktur website. Tapi, tentu saja internal link yang dibuat harus relevan ya, bukan yang out of topic. Selain itu, link ini juga memungkinkan pengunjung untuk lebih lama berada di websitemu membuka artikel-artikel lainnya.

Eksternal link
Jika internal link berasal dari halaman website yang sama, eksternal link adalah link yang berasal dari website lain dan relevan dengan isi pembahasan tulisanmu. Tulisan yang mencantumkan eksternal link, terutama yang berkaitan dengan fakta atau hasil penelitian, bisa lebih meyakinkan pembaca karena dianggap sebagai sumber berita yang dapat dipercaya.

Itulah 5 hal dalam dunia konten yang perlu diketahui para content writer pemula atau bagi siapapun yang tertarik membagikan pengalamannya melalui tulisan. Selamat menulis =)